Koperasi,
di Indonesia, merupakan sebuah kata yang bersinonim dengan Mohammad Hatta.
Setiap mendengar kata koperasi, maka pikiran setiap orang yang hidup dan
belajar di Indonesia akan secara langsung measosiasikannya dengan salah satu
tokoh proklamator tersebut. Hal ini merupakan sesuatu yang absolut dan tidak
terbantahkan karena Hatta lah sosok utama peletakan dasar-dasar pokok pikiran
ideologi perekonomian koperasi Indonesia.
Cikal
bakal pemikiran ideologi ekonomi Hatta dibangun sejak muda, lalu sedikit demi
sedikit dipoles untuk disempurnakan seiring dengan bertambahnya pendidikan,
wawasan serta pengalaman Hatta sejak masa mudanya kuliah menuntut ilmu hingga
kemudian ikut serta turun tangan langsung dalam pergerakan kemerdekaan
Indonesia.
Lahirnya suatu pemikiran
akan ideologi selalu dipengaruhi oleh keadaan pada masa itu. Permasalahan yang
timbul, baik secara makro hingga menyentuh ke setiap sendi kehidupan masyarakat
akan melatarbelakangi suatu pemikiran akan pencarian cara untuk mengatasinya.
Ideologi ekonomi Hatta lahir pada masa di mana kolonialisme memporak-porandakan
sistem sosial, budaya dan perekonomian Hindia Belanda pada masa itu. Tidak
hanya terjadi pada Hindia Belanda, akan tetapi sistem kolonialisme-imperialisme
mengalami masa puncaknya secara mendunia terutama pada akhir abad 19 dan awal
abad 20.
Penjajahan dalam bentuk
kolonialisme dan imperialisme seakan merupakan hal lumrah dilakukan oleh
negara-negara yang memiliki kekuatan militer dan ekonomi terhadap negara-negara
lemah, seakan-akan penjajahan bukanlah hal yang buruk dan hanya merupakan salah
satu cara suatu negara kuat mengeruk komoditas berharga dalam rangka
memakmurkan negara dan rakyatnya. Melalui penindasan terhadap bangsa lain,
tentu.
Kerusakan-kerusakan
akibat penjajahan yang diderita rakyat Hindia Belanda pada masa itu dipahami
betul oleh Hatta sebagai pokok permasalahan yang mesti dicarikan solusinya.
Hatta menyadari bahwa kolonialisme dan imperialisme bangsa asing di Hindia
Belanda sebagai simbiosis parasitisme, sangat merugikan rakyat sementara di
sisi lain menguntungkan pihak kolonial. Oleh karena itu, pendudukan dan
penjajahan oleh bangsa asing mesti dengan segera dihilangkan bila memang rakyat
Hindia Belanda ingin mencapai kesejahteraan hidup.
Sejak
masih duduk di bangku kuliah dan hidup di alam penjajahan, Hatta sudah memiliki
visi ke depan mengenai sistem pemerintahan yang tepat bila Hindia Belanda nanti
merdeka. Demokrasi Parlementer dengan banyak partai sebagai sistem pemerintahan
dan koperasi sebagai wadah ekonomi untuk membangun perekonomian rakyat
sekaligus untuk menghadapi kapitalis yang akan semakin merugikan rakyat.
Pemikiran
Hatta mengenai sistem pemerintahan dan perekonomian bila Hindia Belanda merdeka
kelak telah dikemukakannya sejak awal tahun 1920-an. Ideologi Hatta di bidang
koperasi dilatarbelakangi oleh tiga paham yaitu, Islam, sosialisme dan
romantisme. Hatta dilahirkan dan dibesarkan dalam keluarga Islam yang kuat
meyakini bahwa menciptakan orde sosial dan ekonomi yang adil sebagai bagian
dari keinginan Tuhan. Keyakinan Hatta ini memupuk semangat dan konsistensinya
dalam pencarian sistem yang tepat selama belasan tahun.
Keyakinan
agama yang menjadi bahan bakar dalam pencarian sistem serta ideologi yang tepat
tersebut diperkuat dan dilengkapi oleh pengaruh bacaan yang sistematis tentang
karya-karya Karl Marx dan sosialis-sosialis Eropa lain, sebagai reaksinya
terhadap kapitalisme. Eropa pada awal abad 20 yang merupakan tempat Hatta
menuntut ilmu dan kemudian banyak mempengaruhi pandangan hidupnya, merupakan
pusat di mana akademisi-akademisi menelurkan ide-ide alternatif maupun kontra
terhadap paham kapitalisme yang pada saat itu sangat bebas dan merugikan.
Pandangan
romantis Hatta tentang masyarakat pra-kolonialisme turut mempengaruhi pemikirannya
dengan menjabarkan bahwa kolektivitisme dan demokrasi sudah dipraktekan hingga
pada tingkat kelompok masyarakat paling rendah. Budaya dan adat istiadat
berbagai suku bangsa di Nusantara menekankan pada kehidupan bersama serta
kebebasan untuk mengekspresikan diri dengan aturan dan batas-batas tertentu.
Hatta percaya bahwa sikap-sikap ini dapat dikembangkan dalam sistem
perekonomian yang diorganisir dengan cara modern melalui wadah koperasi. Sistem
leluhur yang telah mengakar ratusan tahun kemudian dikelola secara modern
diharapkan mampu mengintegrasikan kemudian mengangkat kualitas kehidupan
masyarakat secara signifikan hingga setara dan mampu bersaing dengan kebudayaan
lain, khususnya Eropa yang sudah sangat maju pada saat itu bila dibandingkan dengan
Nusantara dan bangsa-bangsa Asia lainnya.
Cita-cita
koperasi Indonesia berdasarkan ideologi Hatta menentang kapitalisme dan
individualisme secara fundamental. Menciptakan masyarakat kolektif yang mampu
berusaha dalam mencukupi sendiri secara bersama-sama dengan memanfaatkan segala
sumber daya yang tersedia secara mandiri tanpa tergantung kepada pihak lain
khususnya para kapitalis dan individualis. Masyarakat kolektif yang jauh
dari sifat-sifat individualis mementingkan diri sendiri sehingga mampu mengeliminasi
kemungkinan-kemungkinan penguasaan kehidupan orang banyak, terutama secara
ekonomi, oleh sedikit orang saja dengan motif ekonomi meraup keuntungan
sebesar-besarnya untuk diri sendiri. Masyarakat kolektif yang berakar pada
adat-istiadat hidup dengan pengorganisasian secara modern, sistematis dan
ilmiah sehingga mampu menciptakan masyarakat yang lebih produktif dan sejahtera
merupakan sesuatu yang ingin diciptakan melalui paham koperasi Indonesia. Hatta
melalui ideologinya secara tegas menolak perkembangan kapitalisme di Indonesia,
termasuk praktek kapitalisme oleh bangsa sendiri. Dalam kapitalisme, rakyat
Indonesia tidak dapat berkembang secara kolektif dan merata sehingga
pembangunan yang dicita-citakan mengangkat harkat hidup segenap bangsa Indonesia
pada akhirnya akan tertuju pada kepentingan perorangan atau kelompok yang
tentunya sangat jauh dari tujuan bersama meraih kemerdekaan.
Bahan
bacaan: http://lib.ui.ac.id/file?file=pdf/abstrak-20156831.pdf
No comments:
Post a Comment