23 November 2014

Rasio Harga BBM Bersubsidi Terhadap GDP per Kapita


Topik kekinian paling hangat se-Indonesia Raya yaitu kenaikan harga BBM bersubsidi. Pihak manapun terpilih sebagai Presiden pada Pilpres lalu, bisa dipastikan akan mengambil kebijakan menaikan harga BBM bersubsidi. Hal ini dikarenakan tanggungan subsidi BBM pada APBN yang sangat besar, lebih dari 250 trilyun rupiah. Dan lebih dari itu, penggunaan subsidi yang tidak tepat sasaran hingga dinikmati oleh mereka yang tidak semestinya menggunakan BBM bersubsidi.


Sekiranya sudah merupakan template bagi pihak manapun yang terpilih pada Pilpres untuk menaikan harga BBM bersubsidi sementara kubu yang gagal terpilih akan mengkritik kebijakan tersebut, semacam konstelasi normatif dalam politik Indonesia. Yang dirugikan dari hal ini adalah rakyat kebanyakan yang awam perihal perhitungan dan kebijakan yang akan dengan mudahnya tersesat dan terbawa arus oleh asumsi-asumsi sepihak yang berkepentingan sempit.


Terlepas dari pro-kontra tersebut saya mencoba untuk sedikit meilustrasikan kenaikan harga BBM bersubsidi di Indonesia terhadap pembandingnya yaitu pertumbuhan ekonomi, dalam hal ini menggunakan GDP/Kapita sebagai indikator.

Dari grafik-grafik di atas dapat disimpulkan bahwa kenaikan harga BBM bersubsidi terhadap pertumbuhan GDP/Kapita justru cenderung menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yang berarti kenaikan harga tersebut masih dalam ambang kemampuan ekonomi rata-rata masyarakat Indonesia.

Tentu saja perhitungan di atas memiliki kekurangan seperti: hanya menggunakan faktor-faktor moneter, tidak memperhitungkan distribusi pendapatan yang menjadi masalah negara berkembang layaknya Indonesia, efek berantai kenaikan harga komoditas, inflasi dan sebagainya. Namun setidaknya dapat memberikan perspektif dan sedikit gambaran mengenai hubungan harga BBM bersubsidi dari tahun ke tahun terhadap pertumbuhan perekonomian Indonesia.

Liga Manakah yang Paling Kompetitif?


Liga yang paling kompetitif, merupakan salah satu bahan pembicaraan paling sering dibahas oleh para penggemar sepakbola Eropa. Dalam pertukaran pendapat, setiap penggemar cenderung untuk merujuk kepada Liga yang lebih mereka sukai atau favoritkan, entah itu Liga Inggris, Liga Italia ataupun Liga Spanyol. Topik ini juga acap kali kita dengar pada pembicaraan di media cetak maupun elektronik. Namun begitu seakan belum ada standar baku pengukuran liga manakah yang paling kompetitif. Oleh karena hal tersebut saya mencoba untuk melakukan perbandingan dengan angka, mencoba membandingkan secara kuantitatif liga manakah yang paling ketat dalam persaingan. 

Dalam perbandingan kali ini, komparasi dilakukan terhadap empat liga dengan koefisien tertinggi UEFA yakni Liga Spanyol (La Liga), Liga Inggris (EPL), Liga Jerman (Bundes Liga) dan Liga Italia (Serie A). Perhitungan komparasi berdasarkan prinsip standar statistika yaitu dengan perbandingan simpangan baku poin rata-rata setiap tim pada tiap Liga yang diperoleh dalam satu pertandingan. Secara teori, semakin besar simpangan baku maka semakin jauh nilai masing-masing terhadap nilai rata-rata yang berarti semakin besar gap antara nilai. Ini berarti, semakin besar simpangan baku berarti semakin tidak kompetitif suatu liga dikarenakan jarak perolehan poin yang tidak berimbang. Dan sebaliknya, semakin rendah simpangan baku berarti semakin ketat dan berimbang liga tersebut dikarenakan jarak perolehan poin yang semakin merata.

Pada 10 tahun terakhir, La Liga memiliki simpangan baku rata-rata terendah paling sering. Ini berarti persaingan antar klub La Liga relatif ketat diandingkan liga-liga lainnya walau hal tersebut kontradiktif dengan fakta bahwa dalam 10 tahun terakhir La Liga dikuasai oleh dua klub yakni Barcelona dan Real Madrid, dan hanya satu tim yang mampu memecah siklus tersebut yaitu Atletico Madrid yang berhasil menjadi kampiun pada musim lalu. Dan jika dilihat pada grafik, La Liga memiliki simpangan baku terendah pada musim lalu, hal ini sedikit banyak dipengaruhi perebutan juara hingga kualifikasi ke turnamen-turnamen Eropa dan penentuan degradasi yang ketat hingga pekan-pekan terakhir.

Sebaliknya, EPL merupakan liga yang paling sering memiliki simpangan baku terbesar yang mengindikasikan tingkat persaingan tidak ketat jika dibanding liga lainnya. Seperti halnya La Liga, EPL juga dikasai tim-tim tertentu seperti Man United, Arsenal, Chelsea dan Man City yang bergantian juara dalam 10 tahun terakhir, namun persaingan papan tengah di EPL lebih tidak berimbang jika dibandingkan liga-liga lainnya sehingga mengakibatkan perbedaan perolehan poin yang lebih jomplang.

Bundes Liga di satu sisi, merupakan liga paling rata-rata, tidak peling tinggi namun juga tidak paling rendah simpangan bakunya. Ini mengindikasikan persaingan Bundes Liga yang relatif selalu rata setiap tahunnya pada 10 tahun terakhir. Namun seperti yang terlihat pada grafik, simpangan baku Bundes Liga naik tajam pada tahun terakhir yang mengindikasikan perubahan persaingan yang menjadi lebih tidak kompetitif. Hal ini bisa dikarenakan oleh superioritas sang juara FC Bayern pada musim lalu yang hampir tidak memiliki hambatan berarti dan juga melemahnya pesaing seperti Borussia Dortmund dan Schalke 04. Dan juga tim-tim papan bawah yang tidak memperoleh poin cukup selama kompetisi.

Di antara keempat liga yang diperbandingkan, Serie A memiliki pergerakan simpangan baku yang menarik, karena memiliki angka relatif tinggi di tahun-tahun awal yang sedikit banyak dipengaruhi oleh keperkasaan Juventus dan tim-tim besar lain hingga angka tersebut menurun kembali di lima empat tahun terakhir yang mengindikasikan kompetisi Serie A menjadi rata dan kompetitif kembali. Namun kontradiksi terjadi pada musim terakhir di mana Serie A memiliki nilai simpangan baku tertinggi di antara yang lain. Hal ini bisa jadi dikarenakan superioritas Juventus musim lalu yang mampu menyudahi kompetisi dengan poin melebihi angka 100, serta tim-tim papan tengah ke bawah yang tidak mampu berbuat banyak dan menjadi lumbung poin tim-tim di atasnya.

Penggunaan nilai simpangan baku sebagai perbandingan kompetisi mana yang paling kompetitif memiliki beberapa kelemahan terutama jika dilihat secara kualitatif pada setiap liga. Namun begitu, motode ini setidaknya lazim digunakan dalam dunia statistika dan mampu menyajikan acuan secara angka yang dapat dinilai dalam perbandingan yang terukur ketimbang argumen-argumen subyektif yang biasanya muncul pada saat penggemar bola mengagungkan kompetisi favorit mereka saat beradu mulut.

16 November 2014

Laporan Keuangan Koperasi Simpan Pinjam

Laporan keuangan merupakan hal yang sangat penting dalam entitas bisnis sekecil apapun, termasuk koperasi. Laporan keuangan dibuat dan disajikan oleh profesional yang memahami pembukuan yang biasanya merupakan seorang akuntan dari dalam koperasi atau koperasi dapat juga meminta bantuan dari akuntan luar berikut analisisnya. Secara ideal alangkah baiknya bila keahlian akuntan juga dikuasai oleh pengawas sehingga dengan demikian dapat diketahui penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dan memungkinkan bagi semua pihak yang berkepentingan untuk menilai usaha dan keadaan keuangan koperasi secara menyeluruh.

Suatu laporan keuangan setidaknya menyertakan neraca dan laporan rugi laba. Keduanya tidak hanya penting bagi pihak internal koperasi tetapi juga untuk pihak lain yang berkepentingan seperti pemerintah, masyarakat, bank dan sebagainya. Neraca (balance sheets) merupakan suatu daftar yang berisi ringkasan harta, kewajiban dan modal dari suatu badan usaha (termasuk di dalamnya koperasi) pada saat tertentu. Sehingga neraca menggambarkan posisi keuangan koperasi pada saat tertentu biasanya pada akhir tahun. Walaupun demikian kemungkinan laporan keuangan ini bisa diminta kapan saja mungkin setiap tri wulan atau tiap akhir semester sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Laporan Laba/Rugi (income statement) merupakan laporan yang berisi ringkasan pendapatan dan biaya dari suatu badan usaha untuk jangka waktu tertentu misalnya selama 1 tahun, atau 1 semester.

Berikut ini merupakan contoh bentuk laporan keuangan dari Koperasi Simpan Pinjam "Ventura Indah":



Selisih antara jumlah penerimaan dan jumlah pengeluaran merupakan Sisa Hasil Usaha (SHU) atau laba. SHU ini pembagiannya dilakukan sesuai dengan AD/ART, misalkan: 1)Untuk Cadangan 25%; 2)Untuk simpanan Anggota 20%; 3)Untuk jasa pinjaman 25%; 4)Dana pengurus 10%; 5)Kesejahteraan Pegawai 5%; 6)Dana Pendidikan 5%; 7)Dana Pemb. Daerah Kerja 5%; 8)Dana Sosial 5%; sehingga jumlah total 100%

SHU selain digunakan sebagai simpanan anggota, jasa pinjaman, dana pengurus, kesejahteraan pegawai biasanya disimpan kembali ke dalam kas sebelum digunakan. Dana yang benar-benar digunakan untuk memperkuat permodalan koperasi biasanya bersumber dari cadangan.

Dalam teknik pembukuan/akuntansi meliputi beberapa fase, antara lain: 1)Pencatatan transaksi-transaksi setiap hari dilakukan dalam buku harian, seperti buku harian penjualan, buku harian pembelian, buku harian piutang dan lain-lain; 2)Catatan ini kemudian dimasukkan kedalam Buku Besar setelah diklarifikasikan mana yang masuk Debet dan mana yang masuk Kredit; 3)Pada akhir tahun buku dibuatkan suatu ikhtisar berupa daftar Laba/Rugi, Neraca dan daftar lainnya 4)Analisis Laporan keuangan berada pada fase berikutnya yang fungsinya untuk mengetahui tentang kondisi keuangan koperasi.

Dengan demikian, maka analisis laporan keuangan merupakan alat untuk melihat kekuatan dan kelemahan di bidang finansial, untuk menilai prestasi manajemen masa lalu dan prospeknya di masa yang akan datang yang dapat digunakan oleh pihak internal badan usaha serta pihak eksternal. Dari segi tekniknya analisis laporan keuangan ini dapat menggunakan Analisis Rasio (Ratio Analysis) atau analisis perbandingan antara satu rekening dengan rekening lainnya yang akan penulis bahas pada blog posting selanjutnya.