31 March 2015

Wawasan Nasional Indonesia demi Menggapai Cita-Cita Bangsa

Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur memiliki cita-cita dan tujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Sebagai pemerintahan yang berdaulat, cita-cita luhur saja tidak lah cukup bila tidak mampu mewujudkannya. Oleh karena itu, cara dan formula serta kebijakan-kebijakan yang diterapkan demi menggapainya tidak kalah penting dan substansial dibanding cita-cita itu sendiri.

Seringkali suatu maksud mulia tidak mampu diwujudkan karena cara dalam mengusahakannya tidak atau kurang tepat. Bahkan ironisnya, tidak jarang maksud-maksud buruk mampu terlaksana dikarenakan cara-cara yang digunakan taktis dan tepat. Di sini bisa kita simpulkan bahwa cara yang direncanakan untuk diterapkan demi mencapai sesuatu sangatlah penting, terutama bila itu menyangkut usaha dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia.

Wawasan nasional hadir sebagai salah satu cara taktis guna mewujudkan cita harapan bangsa Indonesia. Wawasan nasional Indonesia sebagai suatu pandangan dan persepsi holistik bangsa Indonesia mengenal diri sendiri sebagai negara kepulauan dengan semua aspek kehidupan beragam. Wawasan nasional Indonesia dikembangkan berdasarkan wawasan nasional secara universal sehingga dibentuk dan dijiwai oleh paham kekuasaan dan geopolitik yang dipakai negara Indonesia.

Geopolitik sendiri dapat diterjemahkan sebagai ilmu yang mempelajari gejala-gejala politik dari aspek geografi. Negara sangat identik dengan suatu ruang yang ditempati oleh kelompok politik dalam arti kekuasaan. Sehingga makin luas potensi ruang semakin memungkinkan kelompok politik untuk tumbuh.

Indonesia sendiri menganut paham negara kepulauan berdasar Archipelago Concept yaitu laut sebagai penghubung daratan sehingga wilayah negara menjadi satu kesatuan yang utuh sebagai tanah air dan ini disebut negara kepulauan. Dari sinilah hadir istilah Wawasan Nusantara dalam menterjemahkan wawasan nasional Indonesia. Nusantara berarti nusa-antara, hubungan antar pulau yang mengartikan ribuan gugus pulau sebagai suatu kesatuan alih-alih banyak pulau yang dipisahkan lautan.

Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri sendiri dan lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.

Sedangkan pengertian yang digunakan sebagai acuan pokok ajaran dasar Wawasan Nusantara sebagai geopolitik Indonesia yaitu cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan wilayah dengan tetap menghargai dan menghormati kebhinnekaan dalam setiap aspek kehidupan nasional untuk mencapai tujuan nasional.

Dalam pemerintahan yang sekarang, implementasi Wawasan Nusantara dapat kita lihat dalam program "Tol Laut". Program ini berencana untuk menghubungkan Indonesia melalui laut dan kekuatan maritim. Di sini terlihat jelas visi dalam melihat Indonesia sebagai suatu kesatuan pulau yang dihubungkan laut, alih-alih dipisahkan oleh laut. Ini berarti kita memandang luasnya lautan Indonesia sebagai suatu keuntungan yang sangat bisa kita manfaatkan demi kesejahteraan bangsa, bukan sebagai kekurangan atau ketidakberuntungan yang mungkin menghalangi perjalan bangsa Indonesia.

Dengan memandang lautan luas sebagai faktor menguntungkan maka kita akan mengarahkan kebijakan-kebijakan yang akan mendukung dan selaras dengan kekuatan bahari. Ini berarti kita siap membangun kekuatan infrastruktur laut yang sebagaimana kita ketahui bersama sangat-sangat jauh ketinggalan dan tidak berkembang dalam beberapa dekade terakhir. Dengan melakukan perbandingan sederhana terhadap negara-negara tertangga terdekat, fasilitas dan kemampuan pelabuhan serta kapal-kapal yang tersedia sangat tertinggal dibanding negara lain di Asia Tenggara.

Bahkan bila kita mau menganalisa lebih jauh, merupakan suatu yang sangat ganjil melihat bagaimana negara jiran kita Singapura mampu makmur dengan strategi pelabuhan lautnya. Mengingat ukuran Singapura yang tidak seberapa bila dibandingkan Indonesia tentunya kita akan merasa malu mengingat mereka mampu mengeksploitasi hal tersebut sebagai modal untuk membangun negara sementara kita tidak, padahal secara sumber daya kita unggul sangat jauh.

Ini sebagai bukti penting untuk kembali berpegang teguh kepada wawasan nasional Indonesia demi menggapai cita-cita bangsa. Selama ini kita tidak cukup jeli untuk berpegang teguh kepada prinsip sendiri dan membangun sistem serta infrastruktur, termasuk regulasi-regulasi, di sekitar kenusantaraan kita sebagai negara maritim demi memajukan bangsa yang berakibat kepada tidak mampunya kita untuk maju sesuai dengan yang seharusnya.

Secara fair, kita mampu menyebut Indonesia cukup maju pada saat sekarang ini. Namun bila melihat ke belakang, semua sumber daya, segala kemungkinan dan ekspektasi yang mestinya mampu untuk diberdayakan tapi jauh sekali dari optimal. Di sini mengakibatkan kita tertinggal secara relatif bila dibandingkan tetangga-tetangga terdekat.

Cita-cita dan pengharapan merupakan suatu keharusan dalam kehidupan, terutama kehidupan kolektif sebagai suatu bangsa dan negara. Cara dalam meraih cita-cita tersebut sangat perlu diperhatikan dan dipertimbangkan secara masak-masak. Wawasan nasional Indonesia dalam bentuk Wawasan Nusantara secara geopolitik memandang Indonesia sebagai suatu kesatuan yang unggul secara maritim merupakan cara bangsa Indonesia memandang kemudian mengenali diri sendiri guna memujudkan semua pengharapan, pandangan dan cita-cita kemerdekaan Indonesia.

30 March 2015

Hak Asasi Manusia dan Pemaknaannya

Manusia sebagai makhluk berakal dan dominan di muka bumi mampu membangun peradaban yang secara gradual berkembang menuju suatu bentuk yang selalu lebih baik dari pada sebelumnya. Akal dan pikiran yang dimiliki manusia tersebut mampu membangun suatu peradaban maju dan bermartabat namun bagai pisau bermata dua, tidak sedikit peradaban yang hancur karena perbuatan manusia sendiri.

Jamak dalam sejarah kita temui bagaimana manusia bersama kelompoknya; entah itu kelompok atas dasar pertalian darah, etnis, kepercayaan, senasib maupun atas dasar persamaan geografi melakukan penindasan terhadap kelompok lain yang berbeda dengan mereka. Sejarah selalu berulang demikian selama puluhan ribu tahun, kekerasan antar manusia dalam bentuk penindasan baik itu secara hak maupun fisik selalu hadir dalam lembar catatan peradaban manusia.

Semakin maju peradaban, manusia selalu berusaha mencari cara lebih baik untuk hidup. Semakin menyadari nilai-nilai pokok yang membuat kita menjadi manusia yang berbeda dari hewan. Hewan hanya mengikuti insting sementara manusia merupakan makhluk yang jauh lebih superior dan kompleks. "Lingkar otak" manusia memungkinkan mereka untuk memendam ataupun menahan insting hewani, berkompromi agar tidak menelan akal sehat.

Manusia menjadi sadar bahwa setiap manusia seharusnya setara, membawa hak-hak pasti yang mereka bawa dari dalam kandungan ibu dan berlaku universal. Hak ini kemudian diartikan sebagai Hak Asasi Manusia (HAM). Suatu hak yang merupakan kepemilikan pribadi seseorang yang sejati dan tidak sepantasnya direnggut oleh manusia lain dengan alasan apapun.

Para ahli berpendapat bahwa HAM dimulai dengan lahirnya Magna Carta pada tahun 1215. Piagam ini menyatakan bahwa seorang raja sebagai penguasa tertinggi yang sejatinya memiliki kekuasaan absolut, menciptakan hukum bagi bangsa dan negara namun secara individual tidak terikat kepada aturan hukum tersebut, mulai dibatasi kekuasaannya dan dapat diminta pertanggungjawaban di depan hukum.

Ini berarti, para penguasa yang terutama pada zaman tersebut hidup bagaikan dewa bila dibandingkan dengan rakyat jelata, tidak akan mampu lagi bertindak sewenang-wenang terhadap manusia lainnya. Pada masa itu, manusia lain dengan kedudukan kurang lebih tinggi dari rakyat biasa dianggap sebagai properti yang dimiliki oleh para penguasa. Tidak ada bedanya dengan benda biasa seperti bangku dapur biasa yang terbuat dari kayu.

Hadirnya piagam Magna Carta menghadirkan babak baru bagi peradaban manusia, menelurkan doktrin bahwa raja tidak kebal hukum dan dapat dimintakan pertanggungjawabannya. Seorang raja yang melanggar hukum harus diadili dan mempertanggungjawabkan kebijaksanaannya kepada parlemen. Hal tersebut merupakan suatu pernyataan bahwa raja terikat dengan hukum dan bertanggungjawab kepada rakyat.

Di sini mulai lahir embrio monarki konstitusional yang mendefinisikan kekuatan raja tidak lebih dari simbolik. Walau raja didaulat sebagai penguasa suatu negara namun pada prakteknya demokrasi atau suara rakyat merupakan roda utama penggerak kehidupan bernegara.

Perkembangan berikutnya hadir melalui Bill of Rights di Inggris tahun 1689. Kemudian sejalan dengan peristiwa tersebut muncul pula adagium bahwa manusia sama di muka hukum (equality before the law). Adagium ini memperkuat dorongan timbulnya supremasi negara hukum dan demokrasi. Kehadiran Bill of Rights telah menghasilkan asas persamaan harus diwujudkan apapun resikonya yang dihadapi karena hak kebebasan baru dapat diwujudkan bila sudah tercipta hak persamaan.

Untuk mewujudkan asas persamaan di atas, lahirlah teori kontrak sosial oleh Jean Jaques Rosseau. Kemudian disusul oleh Montesquieu dengan doktrinnya yang terkenal Trias Politika yang mengajarkan pemisahan kekuasaan untuk mencegah tirani.

Setelah itu Jhon Locke di Inggris dan Thomas Jefferson di Amerika Serikat dengan gagasannya tentang hak-hak dasar kebebasan dan persamaan. Seiring berkembangan waktu, konsep HAM menjadi semakin bulat dan nyata terutama pada abad ke-19 dan ke-20 di mana pemikiran manusia semakin maju sehingga semakin mengkaji ide-ide kemanusiaan terutama disponsori kaum cendikia dan mereka yang terdidik.

Namun begitu, pada mula dan pertengahan abad ke-20 peradaban mengalami kemunduran tajam. Perang dunia berkecamuk, tidak hanya sekali. Konflik menjadi global dan masif, jutaan korban jiwa dan tidak sedikit kerugian materi dan finansial tidak dapat dihindari. Peradabaan manusia moderen yang sudah mulai maju hingga titik tertentu terkoyak dan hancur menuju titik nadir.

Kedahsyatan kehancuran akibat Perang Dunia I dan II memberikan pelajaran mendalam bahwa pengakuan serta perlindungan terhadap hak asasi manusia merupakan sesuatu yang mesti, guna menyelamatkan peradaban manusia dari kemusnahan.

Indonesia sebagai negara yang secara tidak langsung lahir sebagai hasil dari Perang dunia II tentunya ikut menyadari hal tersebut. Bahkan para bapak bangsa merumuskan dengan pasti pada pokok-pokok dasar negara melalui pernyataan "bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa", mengindikasikan bahwa pengakuan terhadap manusia sebagai makhluk yang bebas dan merdeka merupakan suatu keharusan.

Kemudian lebih lanjut, perlindungan terhadap HAM dituangkan melalui Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam UUD 45 sebelum perubahan (amandemen), diatur dan dimuat jenis-jenis HAM bangsa Indonesia yang dilindungi diantaranya: hak pribadi, hak keadilan hukum, hak politik, hak sosial dan peradaban.

Hak pribadi (personal right) yaitu hak hidup, memepertahankan hidup, kebebasan memilih agama, menyatakan pendapat, bergerak, dan lain sebagainya, diataur dalam Pasal 29 Ayat (2) yang berbunyi "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu". Pasal 28 yang berbunyi "Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang". Pasal 27 Ayat (2) yang berbunyi "Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Legal equality right, hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama di bidang hukum dan pemerintahan. Pasal 27 Ayat (1) yang berbunyi, "Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya".

Political right, hak untuk ikut serta dalam politik, hak pilih dan memilih dalam pemilu. Pasal 28 yang berbunyi "Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang".

Social and cultural right, hak untuk memilih pendidikan dan mengembangkan kebudayaan. Pasal 31 Ayat (1) yang berbunyi, "Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran".

Semua hak-hak dasar di atas kemudian ditambahkankan dan disempurnakan lebih lanjut dalam perubahan dan amandemen UUD 45 sesuai dengan konteks kekinian, perkembangan jaman dan tentunya kebutuhan kehidupan berbangsa Indonesia yang dinamis. Indonesia sebagai bangsa yang mertabat menjunjung tinggi pelaksanaan HAM.

Hak Asasi Manusia sebagai hak hakiki yang dimiliki dan dibawa manusia sejak sebelum lahir merupakan properti paling personal dimiliki manusia yang sejatinya tidak pantas untuk dirampas oleh siapapun dengan alasan apapun. Peradabaan manusia yang semakin maju mengisyaratkan kesadaran akan pentingnya menumbuhkan kemudian merawat hilai-nilai HAM demi kehidupan manusia itu sendiri.

Namun tidak jarang pada praktiknya, pelaksanaan nilai-nilai Hak Asasi Manusia dicederai oleh suatu atau sebagian kelompok maupun individu dikarenakan alasan yang bahkan kadang sulit diterima sebagai akal sehat sebagai seorang manusia. Sebagaimana pepatah latin meanalogikan, Homo Homini Lupus. Manusia adalah serigala bagi manusia lainnya.

29 March 2015

Demokrasi, Sistem Pemerintahaan Indonesia dan Pendidikan Pendahuluan Bela Negara

Secara etimologi, demokrasi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan. Sehingga demokrasi dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat; atau biasa disebut sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini merupakan suatu kewajaran mengingat demokrasi merupakan salah satu indikator utama perkembangan politik suatu negara.

Sistem demokrasi lahir dan berkembang di Yunani kuno yang merupakan sebuah peradaban sangat maju pada zamannya dengan format negara kota. Negara-negara kota tersebut, khususnya Athena menjalankan bentuk demokrasi langsung dengan kontrol pemerintahan setiap harinya diamati dan dikendalikan secara langsung oleh penduduk. Sifat langsung dari demokrasi Yunani kuno dapat dilaksanakan secara efektif karena berlangsung dalam kondisi sederhana, wilayahnya terbatas, serta jumlah penduduk sedikit.

Setelah masa kejayaan Yunani kuno bearkhir diikuti zaman Romawi sampai dengan abad pertengahan pada tahun 1400-an, pelaksanaan demokrasi mengalami kemunduran karena marak berkembang praktek-praktek tirani, olgarki, dan diktator. Sistem-sistem yang tidak memihak rakyat banyak namun hanya menguntungkan sekelompok atau keluarga dan klan tertentu.

Namun semenjak zaman Renaissance pada abad ke-19, ajaran demokrasi bangkit kembali dikarenakan rakyat banyak tidak senang dengan adanya praktek-praktek kesewenang-wenangan dari penguasa. dan di saat yang sama rakyat menuntut persamaan hak dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya, Pemahaman yang lebih baik tentang konsep-konsep atau teori-teori demokrasi kemudian mengarah kepada prinsip-prinsip di dalam hak asasi manusia. Perkembangan demokrasi selanjutnya semakin dibutuhkan sebagai sistem pemerintahan oleh negara-negara di seluruh dunia.

Tidak terkecuali Indonesia, yang menyatakan diri sebagai bangsa beradab dengan penghormatan penuh terhadap kesamaan hak, kesetaraan dan hak asasi manusia, menjadikan Indonesia yang lahir pada pertengahan awal abad ke-20 menganut sistem demokrasi sebagai bentuk negaranya.

Selanjutnya sistem demokrasi diimplementasikan lebih jauh secara praktik pada sistem pemerintahan negara Indonesia. Prinsip-prinsip demokrasi dijalankan selaras dengan sistem presidensial sesuai dengan dasar dan ideologi negara yakni Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Indonesia dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika menjamin kesamaan kesempatan dan hak setiap warga negara untuk berperan serta dalam pemerintahan baik secara aktif maupun pasif tanpa meninggalkan semangat kebersamaan yang telah dipupuk sejak perjuangan memperoleh kemerdekaan.

Trias Politica sebagai konsep demokrasi moderen hadir pada sistem pemerintahan Indonesia melalui lembaga eksekutif yakni presiden beserta perangkatnya yang menjalankan pemerintahan secara langsung dan aktif; Dewan Perwakilan Rakyat sebagai lembaga legislatif melakukan pengawasan terhadap pemerintah melalui aktivitas legislasi dalam pembuatan dan perumusan peraturan perundang-undangan; serta lembaga legislatif yakni Mahkamah Agung beserta perangkatnya melakukan fungsi peradilan, pengawasan, mengatur, menasihati serta melaksanakan fungsi-fungsi administratif.

Ketiga lembaga tersebut merupakan poros pada sistem pemerintahan Indonesia dalam melaksanakan kehidupan demokrasi dalam bernegara. Setiap hal yang terjadi dan berlangsung dalam tatanan kehidupan negara Indonesia berputar di antara tiga pilar demokrasi tersebut.

Tentunya pelaksanaan demokrasi di Indonesia tidak selalu berjalan mulus dan ideal. Terjadinya pencideraan nilai-nilai demokrasi pada masa orde lama dengan demokrasi terpimpinnya yang oksimoron serta praktik menyimpang selama tiga dekade pada masa orde baru. Namun begitu, cita-cita demokrasi Indonesia tidak pernah luntur dan selalu diusahakan dengan benar menuju demokrasi ideal demi kehidupan bangsa dan negara yang bermartabat dan mampu mencapai cita-cita pembentukan negara Indonesia.

Banyak cara yang dapat ditempuh demi mewujudkan cita-cita kehidupan ideal berdemokrasi bangsa Indonesia tersebut, salah satunya melalui Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN).

PPBN adalah pendidikan dasar bela negara guna menumbuhkan kecintaan pada tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia, keyakinan akan kesaktian Pancasila, kerelaan berkorban bagi negara, serta memberikan kemampuan awal bela negara. Hal ini merupakan konsep menyeluruh guna mempersiapkan warga negara untuk mempertahankan negara Indonesia serta menanamkan nilai-nilai mental dan moral yang diperlukan guna mempertahankan, mengisi dan memajukan negara Indonesia.

Demi sasaran tersebut, PPBN didesain sedemikian rupa dengan tujuan mewujudkan warga negara Indonesia yang memiliki tekad, sikap dan tindakan yang teratur, menyeluruh, terpadu dan berlanjut guna meniadakan setiap ancaman baik dari dalam maupun dari luar negeri yang membahayakan kemerdekaan dan kedaulatan negara, kesatuan dan persatuan bangsa, keutuhan wilayah dan yuridiksi nasional serta nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Sasaran PPBN bermuara kepada terwujudnya warga negara Indonesia yang mengerti, menghayati dan sadar serta yakin untuk menunaikan kewajibannya dalam upaya bela negara. Hal-hal tersebut ditandai dengan terbentuknya insan Indonesia yang cinta tanah air, sadar berbangsa Indonesia, sadar bernegara Indonesia, yakin akan kesaktian Pancasila sebagai ideologi negara, rela berkorban demi bangsa dan negara, dan yang paling penting: memiliki kemampuan awal bela negara.

Demokrasi sebagai suatu sistem, memberi harapan pasti bagi peradaban manusia untuk mampu hidup dengan adil, maju dan bermartabat. Prinsip-prinsip demokrasi yang sangat menekankan kepada kesejahteraan manusia banyak -bukan hanya segelintir kelompok- memberikan konteks jelas untuk meraih kehidupan layak yang adil bagi suatu negara atau pemerintahan. Hal ini lah yang kemudian menjadikan para pendiri negara Indonesia untuk menyadur prinsip demokrasi dikarenakan sangat sesuai dengan cita-cita hidup Indonesia sebagai suatu Bangsa.

Dalam praktiknya kemudian konsep-konsep demokrasi dituangkan ke dalam kehidupan bernegara bangsa Indonesia yang berakar kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang tentunya butuh untuk dirawat, dijaga dan dikembangkan. Salah satunya melalui Pendidikan Pendahuluan Bela Negara.

22 March 2015

Latar Belakang dan Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan Sekaligus Pengertian Bangsa dan Negara Serta Hak dan Kewajiban Warga Negara

Latar Belakang dan Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan

Indonesia sebagai suatu bangsa yang besar telah mengalami berbagai tahap perjuangan. Dimulai dengan perlawanan intelektual terhadap kolonial Belanda, kemudian mengangkat senjata melakukan konfontasi langsung dengan penjajah dalam perang merebut kemerdekaan, disusul perang mempertahankan kemerdekaan dan kemudian era pembangunan mengisi kemerdekaan. Setiap tahap perjalanan tersebut memberikan tantangan dan tuntutan sendiri sesuai dengan jamannya.

Tantangan dan tuntutan yang berbeda tentunya membutuhkan penanganan yang berbeda pula sesuai dengan jamannya. Namun begitu, nilai-nilai perjuangan bangsa Indonesia sejak memperebutkan kemerdekaan dulu selalu relevan dalam memecahkan permasalahan dalam berbangsa dan bernegara. Semangat kebersamaan dalam berjuang merupakan suatu modal kuat untuk menghadapi permasalahan dan tuntutan permasalahan terutama pada era globalisasi sekarang.

Globalisasi merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari terutama dalam keikutsertaan Indonesia dalam ikut melaksanakan ketertiban dunia dengan hidup saling berdampingan dengan negara-negara lain di dunia. Dan tentunya dengan segala keterbukaan tersebut akan ada pengaruh-pengaruh buruk yang akan merugikan Indonesia sebagai suatu negara maupun bangsa. Walau juga sebaliknya, banyak sekali keuntungan-keuntungan yang bisa dimanfaatkan dan diraih indonesia sebagai dampak dari globalisasi untuk kemajuan negara dan kehidupan masyarakatnya.

Karena hal tersebut maka dibutuhkan pendidikan kewarganegaraan untuk membentengi dan menyiagakan masyarakat Indonesia menghadapi era globalisasi. Semangat perjuangan dan kebersamaan si masa yang lalu serta kesamaan cita-cita untuk masa yang akan datang akan mampu merekatkan Indonesia sebagai suatu negara yang tangguh dan bermartabat dalam menyongsong masa depan melalui nilai-nilai yang ditanamkan melalui pendidikan kewarganegaraan

Tujuan utama pendidikan kewarganegaraan yaitu demi menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta perilaku yang cinta tanah air dan bersendikan budaya bangsa, wawasan nusantara, serta ketahanan nasional dalam diri para mahasiswa calon sarjana/ilmuwan warga negara Republik Indonesia yang mengkaji dan akan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni.

Merupakan sesuatu yang sangat kritikal guna mendidik para mahasiswa sebagai calon cendikia sebagai ujung tombak perjuangan bangsa melalui ide-ide dan gagasan. Hal tersebut dikarenakan perjuangan Indonesia sebagai bangsa yang merdeka yaitu guna mewujudkan cita-cita kemerdekaan dalam melindungi segenap bangsa Indonesia serta mencerdaskan kehidupan bangsa hanya akan mampu dicapai melalui perjuangan intelektual sebagai para cendikia sebagai aktor utama.

Pengertian Bangsa dan Negara Serta Hak dan Kewajiban Warga Negara

Secara etimologi, "bangsa" adalah orang-orang yang memiliki kesamaan asal keturunan, adat, bahasa dan sejarah serta berpemerintahan sendiri, atau bisa diartikan sebagai sekumpulan manusia yang biasanya terikat karena kesatuan bahasa dan wilayah tertentu di muka bumi.

Sehingga "Bangsa Indonesia" dapat diartikan sebagai sekelompok manusia yang mempunyai kepentingan yang sama dan menyatakan dirinya sebagai satu bangsa serta berproses di dalam satu wilayah Indonesia.

"Negara" adalah suatu organisasi dari sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang sama-sama mendiami satu wilayah tertentu dan mengetahui adanya satu pemerintahan yang mengurus tata tertib serta keselamatan sekelompok atau beberapa kelompok manusia tersebut.

"Negara" juga dapat diartikan sebagai satu perserikatan yang melaksanakan satu pemerintahan melalui hukum yang mengikat masyarakat dengan kekuasaan untuk memaksa bagi ketertiban sosial.

Warga negara merupakan unsur penting dalam suatu negara, sehingga hak dan kewajiban warga negara menjadi hal pokok yang mesti diatur dengan jelas dan dilindungi dalam kehidupan bernegara. Tidak terkecuali Indonesia, hak dan kewajiban warga negara Indonesia diatur dengan jelas baik itu  dalam Undang-Undang Dasar 1945 maupun peraturan perundangan.

Hak Warga Negara Indonesia:

  • Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak : “Tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” (pasal 27 ayat 2).
  • Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan: “setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”(pasal 28A).
  • Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah (pasal 28B ayat 1).
  • Hak atas kelangsungan hidup. “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan Berkembang”, Hak untuk mengembangkan diri dan melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya dan berhak mendapat pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan hidup manusia. (pasal 28C ayat 1).
  • Hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. (pasal 28C ayat 2).
  • Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum.(pasal 28D ayat 1).
  • Hak untuk mempunyai hak milik pribadi Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani,hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, Hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. (pasal 28I ayat 1).


Kewajiban Warga Negara Indonesia:

  • Wajib menaati hukum dan pemerintahan. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 berbunyi: segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
  • Wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Pasal 27 ayat (3) UUD 1945 menyatakan: setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”.
  • Wajib menghormati hak asasi manusia orang lain. Pasal 28J ayat 1 mengatakan: setiap orang wajib menghormati hak asai manusia orang lain, wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang.
  • Pasal 28J ayat 2 menyatakan: “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya,setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.”
  • Wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Pasal 30 ayat (1) UUD 1945. menyatakan: “tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.”


Hak dan Kewajiban telah dicantumkan dalam UUD 1945 pasal 26, 27, 28, dan 30, yaitu :

  • Pasal 26, ayat (1), yang menjadi warga negara adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. Dan pada ayat (2), syarat-syarat mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan undang-undang.
  • Pasal 27, ayat (1), segala warga negara bersamaan dengan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahannya, wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu. Pada ayat (2), taip-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
  • Pasal 28, kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan, dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
  • Pasal 30, ayat (1), hak dan kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam pembelaan negara. Dan ayat (2) menyatakan pengaturan lebih lanjut diatur dengan undang-undang.