13 December 2013

Manusia dan Keindahan

Manusia cenderung menyukai keindahan. Kategori indah menurut seseorang bisa sangat berbeda dengan orang lain, namun pada dasarnya setiap orang menyukai keserasian yang mengandung nilai keindahan. Dalam peradaban manusia, setiap hasil cipta manusia yang mengandung unsur keindahan diabadikan dalam bentuk objek budaya. Objek budaya bisa berbentuk macam-macam, seni suara, rupa, gerak, tulis, dan sebagainya namun setiap objek budaya tersebut mengandung unsur keindahan.

Segala objek dengan unsur keindahan merupakan hasil perenungan, baik itu oleh individu maupun sekelompok orang, dan Tari Piriang adalah salah satu diantaranya. Tari Piriang merupakan sebuah seni tari tradisional khas Minangkabau di Sumatra Barat, yang merupakan salah satu seni tarian Minangkabau yang masih diamalkan penduduk Negeri Sembilan keturunan Minangkabau.

Tarian ini mengandung gerakan menyerupai gerakan para petani pada masa bercocok tanam, menuai dan sebagainya, yang melambangkan rasa gembira dan syukur dengan hasil tanaman mereka. Tari Piriang merupakan tarian gerak cepat dengan para penari memegang piring di tapak tangan mereka, diiringi dengan lagu yang dimainkan oleh alat musik tradisional talempong dan saluang. Pada saat tertentu piring-piring tersebut akan dilontar ke udara atau dihempas ke tanah kemudian dipijak oleh penari-penari tersebut. Bagi menambah unsur-unsur estetika , magis dan kejutan dalam tarian ini, penari lelaki dan perempuan akan memijak piring-piring pecah tanpa rasa takut akan terluka. Bagi mereka yang menyaksikan tentu akan merasakan ketakutan bila kaca-kaca pecah dan tajam itu dipijak sambil menari. Namun hal tersebut justru merupakan unsur keindahan Tari Piriang.

Tari Piriang dengan berbagai elemen gerakan di dalamnya melambangkan proses bercocok tanam hingga menuai dan menikmati hasil tanam disampaikan melalui gerakan yang luwes sangat sesuai dengan estetika keindahan yang ingin disampaikan, yakni keindahan dalam gerakan.

Manusia dan Pandangan Hidup

Setiap orang memiliki pandang hidup masing-masing, tidak ada manusia yang hidup tanpa pandangan hidup. Bagaimana perspektif setiap orang dalam memandang masalah dalam kehidupan sangat menentukan bagaimana individu bersikap dan menyelesaikan masalah yang kemudian menentukan sifat pribadi tersebut. Pandangan hidup setiap orang tidak ada yang persis sama karena dipengaruhi pengalaman masing-masing dalam kehidupan, dan pengalaman tiap orang tidaklah sama.

Setiap orang memiliki cita-cita dan keinginan untuk meraih sesuatu dalam hidup. Sudah menjadi kodrat manusia untuk selalu memiliki hasrat untuk mencapai sesuatu dalam hidup, seseorang dengan hasrat dan keinginan kuat untuk meraih sesuatu mendapat penghormatan lebih secara sosial. Karena hal tersebut merepresentasikan kualitas seorang manusia sebenarnya. Bagaimana menentukan cita-cita atau hal yang akan diraih kemudian mengumpulkan segenap daya dan usaha untuk mampu meraih hal tersebut.

Usaha dan perjuangan merupakan sesuatu yang berkaitan erat dengan cita-cita. Seseorang dengan cita-cita atau tujuan hidup jelas memiliki usaha dan perjuangan lebih dibanding mereka yang tidak memiliki tujuan dalam hidup, hal ini yang membedakan kualitas seorang manusia dibanding manusia lainnya. Seorang manusia dengan tujuan hidup dan perjuangan teguh demi mencapai tujuannya merupakan seseorang yang lebih diakui dalam masyarakat bahkan mungkin dijadikan panutan dan contoh oleh manusia lainnya.

Sudut pandangan terhadap masalah menentukan bagaimana seseorang bisa menentukan hal apa yang dia inginkan dalam hidup dan bagaimana dia berusaha memperjuangkan cita-citanya. Oleh karena itu pandangan hidup merupakan hal yang sangat pokok yang akan menentukan seseorang akan menjadi seperti apa dan apa saja yang dia capai dalam hidup serta bagaimana mencapainya, apakah didapatkan dengan cara yang benar atau merugikan orang lain.

Pandangan hidup adalah sesuatu yang sangat menentukan kualitas hidup seseorang. Kemampuan untuk melihat gejala kehidupan dari sudut tertentu kemudian menerjemahkan dan menyadurnya menjadi keyakinan diri sendiri kemudian membangun diri dari dalam. Dengan pandangan hidup yang benar seseorang dapat menjalani kehidupan dengan sejati, menjadi seseorang yang berarti bagi diri sendiri serta bermanfaat bagi orang lain.

Manusia dan Penderitaan

Penderitaan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Seperti halnya kebahagiaan, penderitaan akan selalu hadir silih berganti dalam kehidupan. Kemampuan setiap orang tidak sama dalam menanggung beban penderitaan, beberapa orang mampu untuk tabah menghadapi penderitaan baik fisik maupun mental sementara sebahagian lagi tidak mampu menahan cobaan hidup. Namun begitu, setiap orang memiliki batas toleransi sendiri terhadap penderitaan dan rasa sakit, tidak ada seorang manusiapun yang benar-benar tahan, setiap orang memiliki batas sendiri.

Setiap penderitaan mampu membuat individu atau kelompok hancur dan tidak mampu bangkit kembali, namun tidak sedikit yang mampu melalui penderitaan dengan baik kemudian mengambil pelajaran untuk kemudian mampu bertindak atau berbuat lebih baik di masa yang akan datang. Semua tergantung bagaimana kelompok atau individu bereaksi terhadap penderitaan.

Gempa Padang 2009 menciptakan penderitaan yang teramat sangat kepada masyarakat kota Padang dan penduduk sekitar pesisir barat pulau Sumatra. Kerugian yang ditimbulkan sangat masif, baik secara moral, maupun materi. Beberapa saat setelah bencana terjadi struktur sosial hancur, setiap individu sibuk dengan keselamatan diri sendiri dan keluarga, tidak banyak yang memperhatikan tetangga atau orang lain. Bahkan pertentangan-pertentangan bisa saja terjadi dikarenakan hal-hal sepele, ini semua dipicu karena kekalutan pikiran dan trauma pasca gempa sehingga setiap orang menjadi lebih pragmatis mendahulukan diri sendiri.

Dibutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk memulihkan kondisi kota Padang pasca gempa, baik itu pemulihan fisik kota yang luluh lantak maupun struktur sosialnya. Namun seiring berjalannya waktu setiap orang telah mampu untuk move on dari kepedihan dan penderitaan yang mereka alami untuk kemudian melangkah demi hari esok yang lebih baik. Bagaimana masyarakat mampu meninggalkan bayang-bayang kelam dan mengambil pelajaran dari trauma dan semua hal tidak yang mereka alami untuk kemudian menjadi lebih siap di masa akan datang.

Penderitaan akan selalu hadir dalam hidup dan setiap individu memiliki batas toleransi masing-masing dalam menghadapinya. Namun sudah merupakan sesuatu yang wajib untuk bersabar tabah dalam menghadapi penderitaan dan mampu mengambil pelajaran dari hal tersebut untuk kemudian menjadi lebih baik setelahnya. Individu atau kelompok yang mampu melalui cobaan dan penderitaan dengan baik kemudian menjadikan semua pengalaman tersebut menjadi batu pijakan menjadi lebih baik sesungguhnya mereka yang kuat dan mampu menjadi pemenang dalam hidup.

Manusia dan Keadilan

Negara Republik Indonesia berlandaskan Pancasila dengan sila ke-5 yang berbunyi "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia". Mohammad Hatta dalam uraiannya mengenai sila ini menulis " Keadilan sosial adalah langkah yang menentukan untuk melaksanakan Indonesia yang adil dan makmur". Hal tersebut secara tidak langsung membuktikan bahwa Indonesia memiliki kewajiban untuk mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyatnya. Namun disayangkan hingga kini penegakan beserta proses hukum yang berkembang di Indonesia belum menyentuh keadilan yang sebenarnya. Keadilan masih jauh dari jangkauan masyarakat umum, seakan hanya tunduk kepada masyarakat bawah, mereka yang tidak mampu. Sebaliknya, keadilan negara ini tidak tunduk pada mereka yang memiliki kedudukan tinggi.

Ketimpangan penegakan hukum di Indonesia dapat dengan mudah kita temui dalam keseharian, bagaimana mereka yang lemah sering menjadi sasaran hukuman yang tidak tepat. Bagaimana seorang nenek dituduhkan mencuri beberapa buah dapat dihukum kurungan beberapa bulan, maling ayam dan jemuran dengan vonis empat bulan penjara. Sementara koruptor yang telah terbukti merugikan negara ratusan milyar hanya mendapat vonis beberapa tahun, itupun sebelum dipotong masa tahanan.

Jika dilihat lebih jauh, sila ke-5 Pancasila menitik beratkan pada keadilan sosial. Setiap negara dibentuk demi tujuan-tujuan tertentu, dan salah satu tujuan pembentukan Negara Republik Indonesia adalah demi mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun sangat jauh panggang dari api, keadilan sosial bagi segenap rakyat adalah sesuatu yang nihil. Indonesia merupakan salah satu negara dengan ketimpangan ekonomi sangat jomblang, jurang antara si kaya dan si miskin sangat besar.

Mewujudkan keadilan sosial merupakan cita-cita pendirian Indonesia oleh karena itu sudah semestinya semua sumber daya yang ada dimanfaatkan demi mewujudkan hal tersebut. Jurang antara si kaya dan si miskin mesti dipersempit dan setiap rakyat Indonesia dijamin haknya untuk memperoleh keadilan. Baik keadilan hukum, ekonomi dan lainnya.

TAMBO MINANGKABAU

Sastra merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta yang berarti teks dengan kandungan instruksi dan pedoman. Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada 'kesusastraan' atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu. Sastra memiliki peranan vital dalam perkembangan peradaban dan budaya manusia. Sastra menggunakan bahasa yang mempunyai kemampuan untuk menampung hampir semua pernyataan kegiatan manusia dalam usaha untuk memahami diri sendiri atau hal lain di luar itu. Sastra mempermudah proses berkomunikasi karena pada hakikatnya karya sastra merupakan penjabaran abstraksi.

Prosa adalah hasil karya sastra yang dibedakan dengan puisi karena memiliki variasi ritme yang lebih besar serta gaya bahasa yang lebih sesuai dengan arti leksikalnya. Hasil karya sastra prosa biasa digunakan untuk mendeskripsikan fakta atau ide.

Sastra jamak digunakan oleh berbagai kebudayaan dalam mendeskripsikan bentuk dan hasil budaya sebagai dokumentasi untuk diturunkan ke anak cucu atau dikenalkan kepada komunitas sosial luar. Tidak terkecuali budaya Minangkabau yang memanfaatkan prosa sebagai media untuk menjelaskan asal-usul kebudayaan mereka yang disebut dengan Tambo. Tambo Minangkabau merupakan karya sastra sejarah yang merekam kisah-kisah legenda yang berkaitan dengan asal-usul suku bangsa, negeri dan tradisi alam Minangkabau yang ditulis dalam bahasa Melayu dalam bentuk prosa. Tambo kurang lebih memiliki makna yang sama dengan kata Babad dalam bahasa Jawa atau Sunda.

Bagian Tambo yang menceritakan sejarah singkat awal terbentuknya kebudayaan Minangkabau:
Sirauik bari bahulu, diasah mangko bamatoLauik sajo dahulu, kudian banamo pulau paco

Berawal ketika permukaaan laut turun sehingga dataran tinggi mulai menjadi daratan.

Dari ma titiak palito, di baliak telong nan bataliDari ma turuan niniak kito, dari puncak gunuang Marapi

Dari dataran tinggi yang menjadi daratan tadi nenek moyang mulai turun ke dataran yang lebih rendah mulai berdiam dan bermukim membentuk koloni awal di kaki gunung Merapi.

Taratak manjadi dusun, dusun manjadi koto, koto manjadinagari

Permukiman awal yang dibentuk berkembang menjadi lebih besar seiring perkembangan populasi yang kemudian mengharuskan perluasan wilayah ke daerah sekitarnya sehingga membentuk desa-desa dan system pemerintahan baru yang lebih luas dan kompleks.

Kesusastraan menjadi media bagi kebudayaan untuk mendeskripsikan, menarasikan dan mendokumentasikan kekayaan serta hasil budaya karena keunggulan hasil kesusastraan dalam mengkomunikasikan nilai-nilai serta kekayaan hasil daya piker manusia. Melalui hasil kesusastraan seperti prosa, produk kebudayaan mampu diturunkan kepada generasi penerus ataupun dikenalkan kepada masyarakat lain di luar suku bangsa tersebut.

09 December 2013

SISTEM KEKERABATAN MATRILINEAL DAN DIASPORA SUKU MINANG

Indonesia merupakan salah satu negara dengan populasi penduduk terbesar di dunia yang mendiami ribuan pulau terbentang dari Sabang Hingga Merauke. Jumlah penduduk yang besar dan tersegmentasi oleh ribuan pulau secara tidak langsung menjadikan Indonesia kaya akan suku bangsa dengan nilai tradisi serta ciri khas masing-masing yang unik dan berbeda satu sama lain.

Tradisi adalah hasil dari pandangan atau pola pikir dalam kehidupan yang diciptakan dengan bijaksana dan penuh pertimbangan oleh komunitas sosial masyarakat tertentu yang kemudian diwariskan secara turun-temurun kepada generasi selanjutnya. Tradisi yang diturunkan antar generasi dijaga dan dirawat serta dicerminkan dalam pola kehidupan sehari-hari, sehingga tradisi merupakan identitas dari suatu suku bangsa.

Salah satu tradisi khas beberapa suku bangsa di Indonesia adalah kebiasaan merantau. Suku Bugis, Batak, Banjar, Bawean, Madura dan Minang dikenal dengan kebiasaan merantau hingga mereka berdiaspora hampir ke seluruh wilayah Republik Indonesia bahkan hingga ke mancanegara dengan latar belakang dan pola diaspora masing-masing.

Dari sekian banyak suku bangsa di Indonesia, suku Minang berbeda dari lainnya dalam hal sistem kekerabatan. Sistem kekerabatan pada suku Minang menggunakan konsep matrilineal, garis keturunan berdasarkan pihak ibu. Kontradiktif dengan suku bangsa di Indonesia lainnya yang menggunakan sistem patrilineal, garis keturunan berdasarkan pihak ayah. Tidak hanya di Indonesia, patrilineal lebih umum digunakan kelompok masyarakat dunia dibandingkan matrilineal yang lebih jarang penggunaannya. Kekerabatan patrilineal merupakan sistem yang relatif lebih baru dibanding sistem matrilineal. Dan sistem kekerabatan matrilineal memiliki pengaruh khusus dalam tradisi merantau suku Minang yang juga secara tidak langsung sedikit membedakannya dengan faktor tradisi merantau dari suku lain.

Suku Minang menganut sistem kekerabatan matrilineal, adat masyarakat yang berarti mengatur alur keturunan berasal dari pihak ibu. Seorang keturunan Minang menerima suku dari pihak ibu dan harta pusaka tinggi hanya diwariskan kepada pihak perempuan. Laki-laki tidak menerima pewarisan harta dan tidak memiliki hak penguasaan, hanya diberi hak untuk mengolah dan memanfaatkan harta pusaka dengan izin dari pihak perempuan yang biasa disebut Bundo Kanduang. Kontradiktif dengan suku bangsa lain di mana kaum laki-laki menjadi penguasa atas penurunan harta pusaka dan gelar suku atau marga kepada generasi berikut.

Dalam tradisi Minang, anak laki-laki yang sudah akhil baligh atau menginjak masa remaja sudah tidak tidur di rumah karena tidak mempunyai hak kepemilikan atas kamar tidur. Kamar tidur di rumah diperuntukkan bagi anak perempuan sehingga biasanya remaja laki-laki tidur di mesjid atau musala. Mereka pulang ke rumah hanya untuk membantu pekerjaan rumah, makan dan berganti pakaian.

Ketidakberhakkan atas pemilikan harta pusaka menjadi salah satu faktor utama pemuda Minang untuk merantau. Berusaha menuntut ilmu, bekerja atau berdagang di perantauan untuk memperoleh pencapaian sendiri.

Masyarakat Minangkabau kaya akan budaya lisan di mana nasihat dan petuah disampaikan melalui syair, gurindam atau pepatah-petitih. Terdapat pepatah populer berhubungan dengan kebiasaan merantau yang sangat lekat di kepala pemuda Minang: “Karatau madang di hulu babuah babungo balun, marantau bujang dahulu di rumah paguno balun”. Pepatah tersebut dapat dibunyikan sebagai berikut dalam bahasa Indonesia: "Keratau madang di hulu berbuah berbunga belum, merantau bujang dahulu di rumah berguna belum". Yang berarti seorang pemuda Minang disarankan untuk merantau meninggalkan kampung halaman untuk menuntut ilmu, bekerja atau berdagang karena di kampung belum mempunyai atau bermanfaat apa-apa.

Tradisi merantau untuk berusaha dari nol di daerah perantauan yang dipicu ketidakpunyaan hak atas kepemilikan harta pusaka ini berdampak pada diaspora suku Minang. Hampir di semua daerah di Indonesia dapat ditemui orang Minang atau yang lebih populer dengan sebutan ‘orang Padang’, dari Aceh hingga ke Papua bahkan semenanjung Malaya.

Pada abad ke-14 hingga abad ke-18, sebelum negara Republik Indonesia dibentuk dan wilayah Indonesia sekarang masih terbagi kepada kerajaan-kerajaan lokal, diaspora suku Minang cenderung dilakukan ke Semenanjung Malaya. Pada abad ke-14 kaum perantauan dari Minang mendirikan Kesultanan Sulu di Filipina dan Negeri Sembilan di Malaysia sekarang. Bahkan secara internal orang Minang, wilayah Minangkabau diartikan meliputi cakupan Provinsi Sumatra Barat sekarang ditambah Provinsi Jambi bagian utara (Kerinci), Riau bagian barat (Siak dan Teluk Kuantan), serta Negeri Sembilan di Malaysia. Diaspora suku Minang juga membentuk suku tersendiri di daerah Aceh yang dikenal dengan suku Aneuk Jamee. Di Negeri Sembilan bahasa masyarakat sehari-hari digunakan bahasa Minang persis seperti di Sumatra Barat, berikut juga makanan khas beserta upacara adatnya.

Suku Minang menganut sistem kekerabatan yang unik dan berbeda dengan dengan suku bangsa lain di Indonesia, yaitu sistem kekerabatan Matrilineal yang telah menjadi kearifan lokal sejak dahulu. Sistem kekerabatan menurut garis keturunan ibu secara tidak langsung menjadikan laki-laki di Minangkabau tidak memiliki hak kepemilikan atas harta pusaka yang kemudian mendorong mereka untuk merantau mengadu nasib dari awal dengan menuntut ilmu, bekerja atau berdagang.

Tradisi merantau yang masif tersebut berdampak pada diaspora suku Minang yang bisa ditemui hampir di semua wilayah Indonesia bahkan lintas negara hingga ke Filipina dan Malaysia. Tradisi merantau sebagai salah satu tradisi hasil dari kearifan masyarakat Minang yang diturunkan lintas generasi telah menjadi ciri khas serta membentuk identitas sendiri bagi suku Minang yang dikenal sebagai suku yang gemar merantau.